Teknologi
Nuklir Menjadi Jawaban Atas Permasalahan Energi di Indonesia
Indonesia adalah negara yang begitu besar dan terdiri dari belasan ribu
pulau di dalamnya. Sebagai negara besar tentu mempunyai
permasalahan-permasalahan yang begitu kompleks terutama pada segi ketahanan
nasional. Ketahanan nasional terdiri dari ketahanan politik, ketahanan ekonomi,
ketahanan sosial, dan ketahanan budaya. Pada sisi ketahanan ekonomi terletak
hal yang begitu vital bagi kemajuan suatu negara yaitu ketahanan energi. Tanpa ketahanan
energi yang baik, pertumbuhan ekonomi bahkan ketahanan nasional akan mengalami
suatu gangguan.
Ketahanan energi adalah kondisi di mana
terjaminnnya ketesediaan energi serta akses masyarakat terhadap energi pada
harga yang terjangkau dan mutu yang diterima, melalui suatu bauran energi yang
sehat dan berkelanjutan (Hanan Nugroho, 2014). Berdasarkan defisini tersebut
dapat diberikan analisis bahwa Indonesia masih membutuhkan effort yang lebih besar lagi untuk mengatasi permasalahan
ketahanan energi, terutama dari sisi harga, kesehatan, dan keberlanjutan. Ketahanan
energi merupakan aspek penting untuk diselesaikan oleh suatu negara yang
bercita-cita menjadi bangsa yang maju. Peningkatan kebutuhan energi suatu
negara akan berbanding lurus dengan peningkatan ekonomi negara tersebut.
Tidak dapat disangkal bahwa ekonomi Indonesia mengalami kenaikan setiap
tahunnya, namun proses peningkatan tersebut berjalan tidak signifikan. Tentunya
hal ini terjadi dikarenakan banyak faktor dan salah satu faktornya adalah rendahnya
tingkat ketahanan energi yang dimiliki oleh negara kita. Bahkan World Economic Forum menempatkan
ketahanan energi Indonesia pada posisi ke-63 dari negara-negara lain di dunia.
Urutan pertama, kedua, dan ketiga adalah Norwegia, Selandia Baru, dan Perancis.
Negara-negara di kawasan Asia yang hampir tidak memiliki sumber daya energi
sendiri masih berada dalam posisi yang lebih unggul dari segi ketahanan energi
dibandingkan Indonesia, misalnya dengan Singapura yang berada pada posisi 62,
serta Thailand, Korea Selatan, dan Jepang yang masing-masing berada pada urutan
ke 55, 54, dan 38 (Global Economic Forum,
2013).
Ketahanan energi yang biasa disebut di dunia internasional sebagai energy security memiliki faktor 4-A yang
harus dan sangat perlu dipertimbangkan, yaitu bagaimana ketersediaan fisiknya (availability), bagaimana kemudahan
mendapatkannya (accessibility),
bagaimana keterjangkauan harganya (affordability),
serta bagaimana/seberapa kualitasnya yang dapat diterima (acceptability). Empat faktor/indikator inilah yang akan menjadi
penilaian dunia terhadap ketahanan energi di Indonesia. Oleh sebab itu
bedasarkan empat hal ini sebenarnya sebagai negara yang begitu kaya dengan
sumber daya alam, Indonesia mempunyai banyak alternatif untuk meningkatkan ketahanan
energinya, tanpa harus sangat tergantung dengan minyak bumi maupun batu bara
sebagai energi utama.
Memperkenalkan energi terbarukan kepada Indonesia bukanlah hal yang
baru, namun negara ini sudah cukup lama berkonsentrasi kepada pemanfaatan
aplikasi energi tersebut. Energi terbarukan memang energi yang paling bersih
dan tersedia di alam semesta ini, serta dengan begitu berpotensi di Indonesia,
namun sayangnya tidak juga mampu menjawab tantangan yang ada, karena begitu
banyaknya pulau-pulau kecil di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh tidak
semuanya pengaplikasian energi terbarukan bisa digunakan di daerah-daerah
terpencil (pulau-pulau terpencil) dan pedesaan yang ada di Indonesia. Oleh
sebab itu kita membutuhkan inovasi lain, sehingga mampu menjawab tantangan yang
ada.
Perkembangan energi di dunia saat ini menunjukkan hal yang baik, banyak
inovasi-inovasi yang dilakukan agar setiap negara mampu menjaga ketahanan
energinya. Pemanfaatan energi nuklir contohnya, di negara-negara maju seperti
amerika, perancis , korea selatan, jepang, dan negara-negara lain, energi
nuklir menjadi solusi yang baik dalam menjawab tantangan ketahanan energi.
Bahkan negara-negara tersebut selalu berupaya meningkatkan lagi pasokan energi
yang dibutuhkan dari hasil pemanfaatan tenaga nuklir. Terutama di Perancis,
tenaga nuklir menyumbang 540,6 TWh atau 78,8% kebutuhan energi listrik. Dan
tentu saja angka ini adalah persentase tertinggi di dunia, sehingga tarif
listrik di Perancis merupakan yang termurah di Eropa.
Di Asia, negara yang sedang gencar-gencarnya mengembangkan energi
nuklir sebagai jawaban dari tantangan ketahanan energi adalah Cina. Beberapa
tahun belakangan ini Cina selalu membuat gebrakan-gebrakan dan inovasi yang
begitu baik. Penelitian-penelitian yang dihasilkan pun menjadi contoh bagi
negara-negara yang sedang mencoba memanfaatkan tenaga nuklir sebagai salah satu
pemasok kebutuhan energi di negara tersebut. Contohnya saja design reaktor terkecil di dunia yang
sedang dikembangkan oleh Cina, hanya membutuhkan lahan berukuran 6,1 meter x
2,6 meter. Dan dapat menghasilkan energi 10 megawatt serta cukup untuk
menyediakan listrik 50.000 rumah warga. Tentu ini menjadi suatu inovasi yang
sangat baik dalam menjawab tantangan kebutuhan energi saat ini. Dan kabarnya
Cina akan mengembangkan reaktor ini serta menggunakannya untuk menyediakan
listrik di pulau-pulau kecil di kawasan Laut Cina Selatan.
Sebagai negara yang mempunyai kemiripan permasalahan dengan Cina,
tentunya Indonesia juga membutuhkan inovasi dalam dunia energi, terutama yang
memanfaatkan tenaga nuklir. Selain karena Indonesia terdiri dari banyak
pulau-pulau kecil dan terluar, Indonesia juga mempunyai potensi sumber daya
alam yang berkaitan dengan energi nuklir yaitu tambang Uranium dan Thorium yang
ada di Kalimantan dan Bangka Belitung. Berdasarkan potensi tersebut, kekayaan
sumber daya alam itu seharusnya mulai dipertimbangkan oleh pemangku-pemangku
kebijakan. Sehingga sangat disayangkan jika negara ini belum juga memberikan
perhatian yang lebih kepada potensi tenaga nuklir di Indonesia.
Menelitik dari sejarahnya, sebenarnya Indonesia sudah sangat lama
mengenal tenaga nuklir bahkan sebelum kawasan-kawasan lain mengenalnya. Diawali
dari kebijakan Presiden Sukarno yang menginginkan dikembangkannya tenaga nuklir
di Indonesia, tentu pengembangan sudah dilaksakan, namun sampai titik di hari
ini pengembangan tersebut belum bercerita tentang pemanfaatan tenaga nuklir
dalam bidang energi secara intens sebagai jawaban dari tantangan ketahanan
energi di Indonesia dengan alasan kita
masih punya alternatif lain yang masih potensial. Hal ini dapat dilihat dari
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014 Tentang Kebijakan Energi Nasional
(KEN) yang menempatkan pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN)
sebagai opsi terakhir. Padahal jika dikaji lebih dalam yang paling potensial
dalam menjawab tantangan dan sudah terbukti dalam menyelesaikan masalah energi
di dunia adalah pemanfaatan tenaga nuklir.
Alasan-alasan yang begitu rasional sebenarnya membuat PLTN seharusnya
menjadi jawaban terbaik untuk menghadapi tantangan yang ada saat ini. Design PLTN yang sudah sampai pada
generasi IV yaitu diklaim sebagai design
yang lebih aman, berkelanjutan, ekonomis, dan jauh dari pemanfaatan senjata
nuklir serta proteksi fisik menjadi bahan yang sangat harus dipertimbangkan.
Untuk mengatasi permasalahan pemenuhan kebutuhan energi di Indonesia dan dunia
di masa yang akan datang, sebenarnya peran PLTN dipandang sebagai pilihan
energi alternatif, karena PLTN mempunyai keunggulan dibandingkan dengan
pembangkit energi lainnya yang ada pada saat ini. Dengan mempertimbangkan
kesadaran tentang pemanasan global, perubahan iklim, dan pembangunan
berkelanjutan, maka energi nuklir akan berpotensi untuk memenuhi kebutuhan
energi global di masa depan. Data yang terkumpul sampai saat ini menurut International Atomic Energy Association (IAEA) terdapat sejumlah
437 unit reaktor daya (PLTN) yang beroperasi di 30 negara dengan total
kapasitas terpasang sebesar 373.209 MWe.
Berdasarkan indikator 4-A (availability,
accessibility, affordability, dan acceptability) tenaga nuklir juga sangat
potensial dalam memenuhi indikator tersebut. Faktor pertama dan kedua adalah availability dan accessibility, tentu saja sudah terpenuhi, bahwa di Indonesia
terdapat sumber daya alam Uranium dan Thorium serta akses untuk mendapatkannya
juga cukup mudah. Berdasarkan faktor ketiga yaitu affordability juga sudah terbukti, bahwa harga dari listrik yang
dihasilkan oleh PLTN lebih murah dibandingkan dengan pembangkit listrik lainnya
walaupun membutuhkan dana yang lebih besar dalam proses pembangunannya, serta
dari faktor yang keempat yaitu acceptability,
tentu saja dengan kualitas energi nuklir yang sehat dan ramah lingkungan,
seharusnya tingkat kualitas penerimaan nuklir juga berada pada posisi yang baik.
Sebagai jawaban dari begitu beratnya tantangan yang harus dihadapi oleh
Indonesia sebagai bangsa yang ingin menggapai kemajuan, tentu ketahanan energi
seharusnya menjadi prioritas yang harus segera diselesaikan. Dan
pengembangannya pun juga harus bersifat berkelanjutan serta dapat dirasakan dan
dimanfaatkan oleh masyarakat di pulau-pulau terpencil di Indonesia. Pemanfaatan
energi nukir menjadi salah satu jawaban yang mesti dipertimbangkan oleh
pemangku kebijakan dan menempatkannya sebagai solusi yang cukup menjanjikan
bukan hanya sebagai opsi terakhir. Tentunya dengan tetap mempertimbangkan aspek
keamaman, ekonomis, berkelanjutan, serta aspek-aspek mengenai pemanasan global
dan perubahan iklim. Semoga dengan menempatkan energi nuklir sebagai alternatif
dalam pemenuhan target-target pemerintah di Kebijakan Energi Nasional (KEN)
menjadi jawaban dari permasalahan ketahanan energi nasional dan mampu
terselesaikan, sehingga akan berdampak juga bagi perkembangan dunia industri ,
dan akhirnya berdampak jugalah bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia serta mampu
menjawab tantangan dunia, bahwa Indonesia akan mampu menjadi negara besar di
masa yang akan datang dengan kunci menyelesaikan masalah ketahanan energi
secara berkelanjutan.
0 Komentar